-
Jombang | BNRI NEWS
Kamis (7/7/2022) pagi, pondok pesantren Siddiqiyah dikepung ratusan polisi berseragam lengkap dari polres Jombang dan Polda Jatim.
Pengepungan tersebut guna menjemput paksa anak Kiyai Muchti Muktar berinisial MSAT, yang telah ditetapkan sebagai DPO kasus pencabulan.
Karena yang bersangkutan tidak koperatif dan tidak taat hukum, Polisi melakukan pengepungan pondok pesantren untuk menangkap MSAT. Upaya tersebut pun masih dihalangi para santri.
Peristiwa ini menyita perhatian Ketua PBNU Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur).
Dari kediamannya di Malang, Gus Fahrur menegaskan semua orang harus taat pada hukum.
“Kalau ada satu santri salah, ya pesantrennya nggak boleh ikut dihukum. Sama juga kalau ada satu orang polisi yang salah, satu institusi Polri tidak boleh di hukum. Yang salah manusianya, oknumnya, bukan kesalahan pesantren, tapi kesalahan pribadi yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya,” tegas Gus Fahrur, Kamis (7/7/2022).
Gus Fahrur menganalogikan dengan dirinya sendiri sebagai pemimpin pesantren. Jika dia bersalah, maka yang harus bertanggung jawab adalah dirinya, bukan pesantrennya.
“Karena saya melakukan, saya harus berbuat. Kan begitu, tidak boleh disangkutpautkan dengan lembaganya apalagi itu sebuah pesantren. Lembaga pesantren tidak boleh disangkutpautkan dengan masalah ini,” katanya.
Lebih lanjut Gus Fahrur menjelaskan, lembaga tempat orang itu bernaung tidak bisa ikut dinyatakan bersalah.
“Kalau ada dosen bersalah contohnya, tidak boleh menghukum kampusnya. Lalu ada juga Kiyai yang salah, tidak boleh menghukum ponpesnya, mereka juga manusia,” jelasnya.
Gus Fahrur menegaskan, pihaknya meminta permasalahan ini dilokalisir menjadi kesalahan personal, bukan satu lembaga. Gus Fahrur mengingatkan, Islam tidak mengajarkan umatnya untuk melawan hukum.
“Islam mengajarkan kita taat dan patuh pada pimpinan dan aturan negara dan mengikuti apa yang menjadi ketentuan hukum.,” katanya.
Karena itu, Gus Fahrur mengimbau kepada yang bersangkutan untuk bertanggung jawab demi nama baik pesantren. “Tidak usah takut kalau memang tidak bersalah. Karena kita tidak boleh menyalahkan yang benar atau membenarkan yang salah,” ungkap Gus Fahrur.
Lebih lanjut, dia menyarankan yang bersangkutan tidak takut dengan proses hukum apabila memang tidak bersalah. Dia menyatakan banyak pihak yang mengawasi proses penegakan hukum atas kasus ini.
“Jangan takut dengan proses hukum. Bahwa kita ini ada lembaga yang mengawasi, ada masyarakat yang ngawasi, ada netijen yang cerdas, kalau memang mas Beckhi tidak bersalah, dia tidak mungkin dihukum, dan juga sebaliknya. Jangan takut untuk mengikuti proses hukum,” kata Gus Fahrur yang juga menjabat Wakil Ketua MUI Pusat.
Kemudian Gus Fahrur berpesan agar permasalahan ini cepat diselesaikan.
“Saya mengajak kalau beliau tidak bersalah, merasa di fitnah, oke silahkan dibuktikan di pengadilan. Datang, buktikan dalil dalil apa yang mau disampaikan, insya Allah hakim juga punya hati nurani dan hakim pasti punya pegangan apakah orang itu bersalah atau tidak,” pungkas Gus Fahrur.
(Nanang H)