-
Banten - BNRI News
Jacob Ereste memaparkan mengenai Etika berSosial media hendaknya mempunyai tata krama dan etika bermedsos memang tidak ada aturan baku yang bisa dijadikan pegangan, apalagi hendak dipatuhi. (9/7/2021).
Karena takaran ukuran atau batasanya harus dilakukan sendiri oleh masing-masing pemakai secara bebas untuk memasukkan atau tidak memasukkan hal-hal yang dianggap penting atau tidak sama sekali untuk menggubris hal-hal yang dianggap tidak penting.
Dengan cara memahami apa yang diposting oleh seseorang itu, baik karya sendiri maupun tulisan yang dibuat oleh orang lain, maka siapa pun penikmatnya baik dengan rasa senang atau pun benci, semua dapat menjadi bahan penakar suka cita dan selera maupun sikap dan sifat dari orang yang bersangkutan untuk dinilai oleh orang banyak, ungkapnya .
Egosentrisitas pun terbersit dalam postingan apapun. Hanya saja kadarnya yang berbeda. Sikap dewasa dari orang yang bersangkutan juga aķan cukup tercermin. Tinggal bagaimana kemampuan kita masing-masing untuk mencercap suguhannya itu.
Yang diposting juga bisa beragam macam bentuk dan warnanya. Arti bentuk di sini bisa berupa gambar atau foto dan sejenisnya. Bisa juga dalam wujud tulisan. Masing-masing konten tersebut sama menariknya ùntuk menjadi sajian oleh para pengguna medsos.
Kecuali itu ada juga yang senang menyajikan rekaman suara sendiri atau juga suara orang lain yang dikemas dengan yutube. Boleh jadi yang bersangkutan cukup sibuk atau memang pada dasarnya pemales untuk menulis.
Namun yang penting adalah adanya peningkatan kesadaran dari pengguna medsos sekarang yang dahulu bisa disebut nyinyir terhadap pengguna medsos -- termasuk kapada saya --"yang acap kali mendapat ejekan, karena berjuang lewat medsos itu dianggap alay atau semacam usaha yang sia-sia saja untuk membangun kesadaran warga masyarakat yang sudah tidak dapat lagi memungkiri peranan media cetak sudah tak lagi efektif dan tidak juga efisien" pungkasnya.
Akibatnya dapat segera ditilik dari kondisi media cetak sekarang, seperti koran, tabloid dan majalah. Ibarat kerakap di atas batu, hidup segan mati pun tak mau.
Proses dari kesadaran warga masyarakat untuk menggunakan media sosial yang berbasis internet, toh semakin nyata efektif dan efisien untuk dimaksimal seperti belajar lewat daring dari rumah bagi anak sekolah atau bahkan dalam perkuliahan di kampus-kampus.
Dalam proses serupa itu, bisa juga dipaham adanya tingkat kedadaran baru dalam bentuk egosentrisitas yang mulai bisa disetel kendor. Tak perlu lagi harus ngotot, bahwa pilihan untuk melakukan penyadaran terhadap masyarakat melalui media sosial ini jelas bukan usaha yang sia-sia, sehingga tidaklah harus turun secara fisik ke lapangan. Aksi atau unjuk rasa. Sebab menghajar mereka yang degil itu bagus juga dapat dilakukan dengan media sosial.
Cara berpikir yang puritan seperti dulu itu toh, terbukti tidak sahih, seperti anggapan yang acap dijadikan cibiran mereka itu, tapi sekarang justru paling getol dan gemar sekali bermedsosria hingga seperti tak lagi mengenal waktu.
Dari sejumlah grup whatsapp saja yang dapat dipantau bisalah disimpulkan ada sejumlah grup, mulai dari yang anggotanya para Emak-emak, atau mereka yang doyan politik hingga aktivis lingkungan serta perkumpulan jurnalis online. Sungguh luar biasa sekarang untuk dijadikan andalan sebagai sarana informasi, komunikasi serta untuk publikasi.
Atas dasar ini pula kesadaran untuk dapat memaksimalkan media sosial sebagai sarana pengusung ide dan gagasan, tak lagi perlu ragu, atau bahkan bisa dijadikan sarana paling efektif di era digital sekarang ini yang telah membuat media cetak dan auditipe maupun audiovisual jadi loyo, nyaris tak memiliki daya yang tersisa, bila mengenang masa jayanya media cetak pada awal digunakan sarana komunikasi dan informasi serta publikasi itu dahulu. Begitu juga dengan radio dan televisi yang mulai dirasa sudah tidak lagi memiliki daya tariknya itu. Lantaran berita terbaru dan terhangat pun sekarang bisa diintip dengan cepat dan mudah serta murah meriah lewat hp yang termurah sekali pun.
Fenomena dari UU ITE cukuplah meyakinkan bila media sosial ini sungguh dahsyat dan patut diawasi oleh pemerintah. Karena memang pengaruhnya sangat signifikan untuk membuat opini yang bisa dan mampu mempengaruhi cara berpikit dan pilihan sikap dari banyak orang.
Masalahnya yang sulit dan gawat adalah memupuk kemampun dan kepandaian untuk membaca sajian yang dimuat oleh medsos itu perlu dan harus dimiliki oleh semua orang. "Minimal dapat lebih tangkas dan lihai menangkap suguhan hoax atau bukan. Lalu untuk yang lebih doyan memakai medsos sebagai sarana publikasi, komunikasi dan menjaring informasi, ada baiknya juga mempelajari dasar-dasar jurnalistik dan ilmu komunikasi atau ilmu dasar publisistik. Minimal untuk sekedar paham agar tak sesat dalam membaca atau sebaliknya membuat berita dan cerita yang paling sederhana sekali pun sudah harus memenuhi kaidah publisistik dan komunikatif. Setidaknya agar tidak perlu membuat diri tak merasa malu. Tentu saja tak perlu buat yang tak lagi memiliki rasa malu,"ungkap beliau menutup pembicaraan.
(Red. Fiyan)


